HUDA Aceh Barat: Hari Kemerdekaan, Momentum Ulama Bersatu untuk Aceh yang Lebih Baik

Meulaboh, 17 Agustus 2024  – Dalam peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79, Wakil Ketua HUDA Aceh Barat yang juga Ketua STAI Darul Hikmah, Dr. Tgk. Rahmat Saputra, menyerukan pentingnya persatuan di kalangan ulama Aceh. Seruan ini disampaikan secara langsung di kantor Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darul Hikmah Aceh Barat, Sabtu (17/8/2024). Dr. Rahmat menekankan bahwa momen ini merupakan waktu yang tepat bagi seluruh ulama di Aceh untuk menyatukan kekuatan guna menghadapi tantangan politik ke depan, khususnya dalam Pilgub Aceh 2024.

Dr. Rahmat dengan penuh semangat menyatakan bahwa momen kemerdekaan ini harus dijadikan tonggak penting bagi ulama Aceh untuk bersatu dan mengambil peran lebih besar dalam kancah politik. “Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Semua warga Aceh pasti mencintai ulama dan tidak akan pernah meninggalkan ulama dalam perjuangan besar ini,” ujarnya, menggugah kesadaran akan pentingnya peran ulama dalam membawa Aceh ke masa depan yang lebih baik.

Dalam pesan yang beredar luas melalui WhatsApp, Dr. Rahmat menggarisbawahi bahwa persatuan ulama bukan hanya penting untuk menjaga kesatuan umat, tetapi juga untuk menghadirkan kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai keislaman dalam pemerintahan Aceh. Aceh, yang dikenal sebagai “Serambi Mekkah,” memiliki sejarah panjang dalam menyatukan peran agama dan pemerintahan. Pengaruh ulama di Aceh tidak hanya kuat dalam konteks spiritual, tetapi juga dalam politik. Hal ini tercermin dari dukungan besar yang diberikan masyarakat Aceh pada Pemilu Presiden lalu, di mana pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, yang mengusung pesan religius, memperoleh mayoritas suara di provinsi Aceh.

Melihat besarnya dukungan masyarakat Aceh yang bisa diraih oleh Ulama, Dr. Rahmat mengajak ulama untuk lebih berani tampil di depan panggung politik. Menurutnya, mengusung calon gubernur atau wakil gubernur dari kalangan ulama bukan sekadar langkah politik, melainkan upaya untuk menjaga dan memperkuat identitas keislaman Aceh yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat selama berabad-abad.

Pilgub Aceh 2024 adalah kesempatan emas bagi masyarakat Aceh untuk memilih Ulama sebagai pemimpinnya. Kehadiran seorang ulama di pucuk pimpinan, baik sebagai gubernur ataupun wakil gubernur dapat menjadi solusi dari berbagai persoalan Aceh yang semakin kompleks.

Contoh nyata dari kekuatan suara masyarakat Aceh dalam memilih pemimpin yang sejalan dengan nilai-nilai Islam terlihat jelas pada Pemilu Presiden yang lalu. Dukungan besar yang diberikan kepada pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, dengan lebih dari 73% suara di Aceh, menegaskan bahwa masyarakat Aceh siap memberikan mandat kepada pemimpin yang didukung oleh ulama.

Dalam perkembangan politik di Aceh baru-baru ini, keputusan Muzakir Manaf alias Mualem untuk memilih Ketua Gerindra Aceh sebagai pendampingnya dalam pemilihan gubernur menimbulkan reaksi di kalangan ulama. Meski telah ada seruan dari seribuan ulama dan cendekiawan yang menginginkan Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab, atau yang akrab disapa Tu Sop, sebagai calon wakil gubernur, namun keputusan akhir belum mencerminkan keinginan tersebut. Banyak ulama yang kecewa dengan keputusan tersebut.

Dr. Rahmat menekankan bahwa ulama memiliki etika yang tinggi dalam berpolitik dan tidak berambisi mengejar kekuasaan. Sebaliknya, dukungan umatlah yang mendorong mereka untuk maju. Menurutnya, masyarakat Aceh yang mencintai ulama siap memberikan segala bentuk dukungan, baik dari segi finansial, logistik, maupun suara, demi memastikan ulama memimpin Aceh menuju masa depan yang lebih baik.

Seperti yang diberitakan akhir-akhir ini, dukungan kepada Tu Sop mengalir dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari Ulama, santri, akademisi, tokoh berpengaruh, elemen sipil, aliansi Gen Z, hingga komunitas milenial dan diaspora Aceh di Malaysia. Salah satu akademisi, Syahwaludin, MA, yang merupakan dosen di salah satu perguruan tinggi di Aceh Barat, menuturkan, “Tu Sop adalah figur ulama yang mampu menyatukan semua golongan. Dengan wawasan keagamaannya yang mendalam dan pemahamannya yang luas tentang sosial dan politik, Tu Sop adalah sosok yang tepat untuk membawa Aceh ke masa depan yang lebih baik.”

Dari sisi masyarakat, seorang pemuda asal Nagan Raya, Said Munawir, yang aktif di komunitas pemuda, mengungkapkan, “Kami melihat Tu Sop sebagai pemimpin yang bisa memahami kebutuhan kami, beliau peduli kepada pemuda, berusaha mencari solusi terhadap persoalan pemuda, dan tidak segan untuk berdiskusi bersama kami mencari solusi. Kami siap mendukungnya dengan segala daya.”

Tak hanya itu, dukungan juga mengalir dari kalangan diaspora Aceh di Malaysia. Salah satu tokoh diaspora, Tgk Bukhari, menyatakan Tu Sop adalah ulama kharismatik yang selalu menjadi panutan dan hadir dalam setiap kepentingan umat. Kehadiran Tu Sop sebagai solusi untuk mengatasi masalah di tengah masyarakat.

Mengakhiri pernyataannya, Dr Rahmat mengatakan inilah saatnya bagi masyarakat Aceh untuk menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mencintai ulama dengan kata-kata, tetapi juga dalam tindakan. Dengan memilih ulama sebagai calon gubernur atau wakil gubernur dalam Pilgub Aceh 2024, kita tidak hanya memilih seseorang yang mampu menjalankan pemerintahan, tetapi juga seseorang yang mampu menjalankan syariat Islam secara kaffah di Aceh.

“Ini adalah saat yang tepat bagi ulama Aceh untuk bersatu. Inilah momentum untuk membangun koalisi yang kuat dan berani mengusung ulama sebagai calon gubernur atau wakil gubernur Aceh,” kata Dr. Rahmat mengakhiri pernyataannya, sembari mengungkapkan harapannya bahwa dukungan yang terus mengalir akan semakin memperkuat posisi ulama dalam percaturan politik Aceh di masa mendatang.

Lembaga Dakwah PBNU Minta Pemerintah Larang Wahabi: Banyak di Masjid Kantor

Jakarta, – Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah membuat regulasi untuk melarang penyebaran paham wahabi melalui majelis taklim, media online maupun media sosial di Indonesia.
Hal itu merupakan salah satu poin hasil rekomendasi eksternal dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah PBNU yang digelar di Asrama Haji Jakarta, 25-27 Oktober 2022.

“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah,” bunyi rekomendasi tersebut dikutip di laman resmi LD PBNU, Kamis (27/10).

LD PBNU melihat kelompok yang mengikuti paham wahabi kerap menuding bidah hingga mengkafirkan tradisi keagamaan yang dilakukan mayoritas umat Islam di Indonesia. Walhasil, masyarakat Islam di akar rumput kerap terjadi perdebatan.

Tak hanya itu, LD PBNU juga menilai paham wahabi itu ditengarai sebagai embrio munculnya paham radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.

“Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan terjadi gesekan sosial, saling fitnah yang berakibat pada perpecahan, konflik sosial, munculnya kelompok yang menolak Pancasila dan NKRI, serta potensi kekerasan dan terorisme,” bunyi rekomendasi tersebut.

Selain itu, LD PBNU juga memandang masih banyak kajian keislaman dan kegiatan keagamaan di masjid-masjid perkantoran diampu oleh penceramah berpaham wahabi-salafi. Paham ini, kata mereka, justru bertolak belakang dengan komitmen pemerintah untuk membangun moderasi beragama.

Karenanya, LD PBNU merekomendasikan kepada Kementerian dan lembaga negara, Direksi BUMN dan BUMD untuk melibatkan LD PBNU menyusun materi dan kurikulum dakwah dan kajian keislaman di masjid-masjid perkantoran tersebut.

“Lembaga Dakwah PBNU siap mendelegasikan para ustadz, dai, dan mubaligh yang berada di bawah naungan Lembaga Dakwah PBNU untuk menyampaikan materi kajian, tausiyah, ceramah, dan pembelajaran ilmu-ilmu keislaman sesuai kualifikasi, kapasitas dan kepakarannya,” bunyi salah satu rekomendasi eksternal itu.

Diketahui, pelbagai kalangan belakangan ini sempat menyoroti eksistensi paham wahabi di Indonesia.

Salah satunya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menilai paham wahabi dan salafi tidak cocok dengan ajaran Islam yang ada di Indonesia.

Menurutnya, dua paham itu lebih cocok jika berkembang di luar Indonesia atau daerah asalnya.

“Dibangun dengan wahabi salafi, enggak cocok di kita [Indonesia],” kata Mahfud dalam acara Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah ‘Menjaga Kedaulatan NKRI’, Kamis (21/4).

“Boleh di sana. Karena hukum itu sesuai kebutuhan waktu, lokal dan tempatnya,” kata dia.

Selain Mahfud, mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj juga sempat menilai ajaran wahabi merupakan pintu masuk terorisme di Indonesia.

Said mengakui wahabi memang tidak mengajarkan terorisme dan kekerasan. Namun, paham itu selalu menganggap orang yang berbeda pandangan sebagai kafir meski sesama muslim.

“Kalau kita benar-benar sepakat, benar-benar satu barisan ingin menghadapi, menghabiskan, menghabisi jaringan terorisme dan radikalisme, benihnya yang dihadapi, pintu masuknya yang harus kita habisin, apa? Wahabi! Ajaran Wahabi itu pintu masuknya terorisme,” kata Said dalam sebuah seminar virtual yang digelar 30 Maret 2021 lalu

Sumber: CNN Indonesia

Ketua HUDA Aceh Barat: Muzakarah Ulama Bertujuan Mengokohkan Aqidah Umat

Muzakarah Ulama Dayah Se-Pantai Barat Selatan Aceh akan dipusatkan di Sekretariat HUDA Aceh Barat, yaitu di Dayah Madinatuddiniyah Al-Munawarah, Desa Marek, Kaway XVI. Hal ini dijelaskan oleh Ketua HUDA Aceh Barat, Tgk. H. Abdurrahman, Lc pada Sabtu, 12/3/2022.

“Muzakarah ini akan dilaksanakan pada hari rabu, 16 Maret 2022. Mulai dari jam 9 pagi dengan membahas 8 materi, yang akan disampaikan oleh 8 Ulama Dayah yang berdomisili di pantai Barsela. Muzakarah ini juga akan dihadiri oleh seluruh pimpinan Dayah dan Imam Gampong yang ada di dalam kabupaten Aceh Barat,” jelasnya.

Pimpinan Dayah Madinatuddiniyah Al-Munawarah ini juga berharap kepada seluruh masyarakat Barsela agar dapat menghadiri acara muzakarah ulama yang diadakan oleh HUDA Aceh Barat untuk menyimak berbagai pembahasan yang disampaikan oleh pemateri dalam muzakarah ini.

“Semoga kita semua umat Islam, khususnya yang ada di Pantai Barat Selatan Aceh, dan umumnya seluruh umat Islam yang ada di Indonesia terhindar dari paham-paham yang menyimpang yang telah masuk ke Indonesia. Kami berharap, melalui muzakarah ini dapat meluruskan paham-paham yang salah itu menuju kepaham yang beri’tikad Ahlussunnah wal Jamaah, Asy’ariyah wal Maturidiyah dan bermazhab Imam Syafi’i,” tambahnya.

Sebelumnya dijelaskan, latar belakang diadakannya Muzakarah Ulama Dayah karena semakin beragamnya masalah yang dihadapi masyarakat Barat Selatan Aceh akhir-akhir ini, seperti munculnya pemahaman Agama yang meresahkan dan berkembangnya aliran-aliran yang menyimpang.

Adapun 8 materi yang akan dibahas yaitu:

  1. Ciri-ciri dan kesesatan aliran Wahabi dan Syiah. Dengan pemateri: Waled Harmen Nuriqmar, Pimpinan Dayah Buket Eqra’ Al Haramen.
  2. Larangan berkaitan dengan perempuan yang ditinggal mati oleh suami. Dengan pemateri: Abu H. Mahmuddin Usman, Pimpinan Dayah Serambi Aceh dan Anggota MPU Aceh
  3. Tata cara membayar zakat tambang. Dengan pemateri: Abu H. M. Dahlan
  4. Mengambil manfaat pada tanah gala. Dengan pemateri: Abu H. Walidi Faisal
  5. Mengeluarkan zakat padi yang dipotong dengan mesin. Dengan pemateri: Abon H. Arifin Mahmud
  6. Hukum mawah dalam pandangan fiqih syafi’iyah. Dengan pemateri: Abon H. Abu Yazid Al-Yusufi
  7. Hukum mendirikan jum’at di tiap-tiap kampung. Dengan pemateri: Abu H. Qharuddin Kombih
  8. Hukum menikah wali fasiq. Dengan pemateri: Abu H. Abdurrani Adian